Selasa, 13 Maret 2012

Manajemen Operasional


PENDAHULUAN
A.   Perkembangan Penamaan Manajemen Operasional
Manajemen Operasional memiliki tiga tahapan perkembangan teoretik dan setiap pase perkembangan dimaksud memiliki nama yang khas. Pada mulanya bernama Manajemen Pabrik (Manufacturing Management), kemudian menjadi Manajemen Produksi (Production Management) dan terakhir bernama Manajemen Operasional (Operations Management).
1.    Manajemen Pabrik
Menurut Adam dan Ebert (1992) manajemen pabrik lahir bersamaan dengan lahirnya revolusi industri di Inggris sekitar tahun 1785 dan dipicu oleh pemikiran Adam Smith, terutama tentang spesialisasi  (asas pembagian kerja) dan efisiensi ekonomi.  Manajemen Pabrik diperlukan karena revolusi industri telah menggeser teknik pengolahan manual atau kerja tangan (hand-making production system) menjadi kerja mesin (machine-made production system).
Pemakaian mesin uap di pabrik yang ada di Inggris pada waktu itu (pada mulanya di pabrik tekstil) telah melahirkan perubahan:
a.    Mengganti proses kerja tangan dengan kerja mekanik (memakai mesin).
b.    Mengubah sistem produksi pesanan menjadi produksi massa untuk memenuhi permintaan pasar yang luas,
c.    Perubahan lokasi produksi dari rumah tangga (home industry) ke perusahaan pabrik (manufacturing company).
d.    Perubahan sumber tenaga kerja dari anggota rumah tangga (keluarga) menjadi tenaga dari pasar tenaga kerja.

Penggunaan tenaga kerja manusia dalam jumlah yang besar di pabrik yang berasal dari luar rumah tangga memerlukan metode pengelolaan tenaga kerja manusia. Perubahan terjadi, baik pada hubungan kerja maupun cara pengupahannya. Perubahan ini menyebabkan diperlukannya Manajemen Pabrik.

Manajemen Pabrik pada dasarnya merupakan metode pengorganisasian faktor-faktor produksi, termasuk sumber daya manusia, dalam usaha menghasilkan produk barang secara massal dengan efisien. Tekanan utama Manajemen Pabrik terletak pada usaha menghasilkan produk barang dengan efisien. Oleh karena itu orientasinya masih tunggal, yaitu berproduksi untuk memperoleh keunggulan bersaing berdasarkan basis biaya. Manajemen Pabrik ini berlangsung sampai sekitar tahun 1930-an, yaitu sampai dengan kebangkitan industri di Jerman, khususnya industri mobil (Mercedez dan Mercy) yang mengutamakan mutu.
2.      Manajemen Produksi (Production Management)
Era Manajemen Produksi mulai sejak 1930-an sampai 1970-an. Manajemen Produksi lahir sejak pemikiran Taylor yang terkenal dengan sebutan manajemen ilmiah (scientific management) diterima secara luas dan diterapkan di lapangan produksi. Pada mulanya, produksi dengan orientasi pada mutu dipelopori oleh Jerman sehingga Jerman diterima sebagai pelopor Manajemen Produksi. Era ini berlangsung hingga Jepang muncul sebagai salah satu negara industri berteknologi tinggi dan menawarkan gaya manajemen khas Jepang, yaitu Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management, TQM) dan Just In Time Production System (JIT) pada awal tahun 1970-an. Gagasan Taylor mengenai produksi terutama bertujuan untuk menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak berguna, yaitu  gerakan yang tidak memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan.  Pada dasarnya Manajemen Produksi juga melulu mengkaji tata produksi  barang dan belum menaruh perhatian pada produksi jasa. Namun demikian orientasi Manajemen Produksi sudah lebih luas daripada Manajemen Pabrik. Manajemen Produksi sudah memperhatikan soal kualitas keluaran disamping pada tekanan biaya atau efisiensi ekonomi. Sehubungan dengan itu, maka orientasi Manajemen Produksi lazim disebut Q and C oriented (Quality and cost orientation).
Pada dasarnya Manajemen Produksi  merupakan metode pengorganisasi-an faktor-faktor produksi, termasuk sumber daya manusia, untuk digunakan dalam proses menghasilkan produk barang secara massal yang memenuhi stanadard mutu tertentu secara efisien.
3.    Manajemen Operasional (Operations Management)
Manajemen Operasional lahir sejak 1970-an hingga sekarang. Sasaran yang hendak dicapai Manajemen Operasional ialah mewujudkan efisiensi ekonomi (cost minimization) dalam proses produksi, baik barang maupun jasa,  kualitas yang tinggi (high quality), dapat diserahkan ke pasar dalam waktu yang cepat (speed of delivery), dan peralatan produksi dapat dengan segera dialihkan untuk mengerjakan produk lainnya (flexibility). Dengan demikian, Manajemen Operasional sudah berbeda secara mendasar dengan Manajemen Pabrik dan Manajemen Produksi. Manajemen Operasional mengkaji produksi barang dan jasa, sedang Manajemen Pabrik dan Manajemen Produksi melulu membicarakan produksi barang. Disamping itu, orientasi Manajemen Operasional sudah semakin luas dan lazim disebut memiliki orientasi pada biaya, mutu, kecepatan penyerahan, dan keluwesan proses (QCDF Orientation). Kepeloporan Jepang dibidang modernisasi Manajemen Produksi dipimpin oleh Toyota yang menekankan proses pada usaha menghasilkan produk yang bermutu sesuai pengharapan konsumen. Perwujudan kualitas adalah tanggung jawab semua personil, semua jabatan, dan semua proses. Dengan demikian, tanggungjawab atas mutu bergeser dari para inspektur mutu ke pada segenap personil perusahaan. Sejak saat itu, Jepang mengenalkan konsep pengawasan melekat (built-in controlling) dan perbaikan terus menerus (keizen, continuous improvement). Ke dua hal itu harus dilakukan oleh perusahaan sebagai antisipasi terhadap tuntutan konsumen atas mutu keluaran yang semakin meningkat. Tiap pekerja dididik dan dilatih untuk menghidarkan proses dari cacat (poke yoke, atau to avoid mistake) dan mengawasi serta memeriksa sendiri pekerjaannya menuju terwujudnya proses dan keluaran bebas cacat (zero defect). Para manajer dilatih untuk dapat menerapkan pengendalian proses dengan menggunakan metode statistik (statistical process control), kemudian setiap manajer melatih bawahannya masing-masing sehingga seluruh lapisan personil perusahaan paham dan dapat menerapkan metode pengendalian mutu dan proses secara statistik. Program pelatihan dilakukan secara berkesinambungan sehingga pemahaman dan penguasaan atas metode selalu segar. Metode produksi di Jepang ini kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh Barat (Amerika Serikat dan Eropah). Sekalipun Manajemen Produksi dan Manajemen Operasional lazim dipakai secara bergantian untuk menyatakan sesuatu yang sama, namun Manajemen Operasional ini lebih luas cakupan dan orientasinya. Tepat kiranya untuk menamakan Manajemen Operasional ini sebagai Manajemen Produksi Modern (Modern Production Management).

B.   Definisi dan Ruang Lingkup Manajemen Operasional
Chase, Aquilano dan Jocobs (2007); Russel dan Taylor (2000) serta Adam dan Ebert (1992) menyatakan bahwa Manajemen Operasional (Operations Management) adalah  pendisainan secara sistematik, mengarah-kan dan mengendalikan proses pengolahan masukan menjadi keluaran, baik berbentuk jasa maupun barang, guna memenuhi permintaan pelanggan internal dan eksternal. Selanjutnya, Heizer dan Render (2004) menyatakan, Manajemen Operasional (Operations Management) adalah serangkaian aktivitas untuk menciptakan kenaikan nilai tambah atau value added atas pengolahan bahan menjadi keluaran, baik berupa barang atau pun jasa.
 Perbedaan makna dari dua bentuk definisi yang disajikan di atas adalah sebagai berikut:
Pada definisi yang pertama, tekanan Manajemen Operasional dilakukan pada periode produksi bermula dari proses pendisainan sampai produk atau jasa selesai diolah dan kemudian diserahkan kepada pelanggan. Pelanggan yang akan dilayani dibedakan atas pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal ialah tahapan proses (departemen) yang akan memakai keluaran dari tahapan proses (departemen) sebelumnya sebagai masukan (input). Pelanggan eksternal ialah pelanggan (konsumen) yang akan memakai produk yang dihasilkan atau jasa yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada definisi yang kedua, tekanan Manajemen Operasional dilakukan pada proses produksi untuk menciptakan nilai tambah dari produk atau jasa yang dihasilkan atau disediakan. Produksi dianggap berhasil jika nilai keluaran yang dihasilkan lebih besar dari nilai masukan yang digunakan. Misalnya, untuk memproduksi 5 meter kain dipergunakan masukan dengan biaya total Rp250.000. Produk kain itu dijual Rp450.000. Ini berarti, dicapai produktivitas sebesar Rp450.000/Rp250.000 = 1.80. Kenaikan nilai yang dicapai adalah 80 persen dan surplus itu merupakan keuntungan bagi produsen.
Ruang lingkup Manajemen Operasional seperti yang tercermin pada definisi pertama mencakup:
a.    Pendisainan, yaitu merancang produk atau jasa yang akan dibuat. Disain ini menjadi dasar untuk menentukan: bahan yang dibutuhkan, mesin atau peralatan produksi yang diperlukan, tenaga kerja yang disyaratkan mengerjakannya, bentuk, kualitas dan harga dari barang atau jasa yang bersangkutan.
b.    Pengadaan masukan, yaitu aktivitas menyediakan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengerjaan produk atau jasa yang bersangkutan.
c.    Pengolahan, yaitu kegiatan mengolah masukan dalam suatu proses dengan menggunakan metode tertentu hingga menjadi keluaran.
d.    Penyerahan produk atau jasa kepada pelanggan.

C.   Faktor Produksi
Secara umum dalam teori ekonomi dikenal empat macam faktor produksi, yaitu: Land (tanah dan segala sesuatu yang bersumber dari bumi, seperti bahan baku, minyak bumi, tanah lokasi, dan lain-lain), Labor (tenaga kerja manusia, biasanya dalam artian tenaga kerja kasar), Capital (modal uang dan juga peralatan produksi atau mesin-mesin), dan Skill (tenaga ahli, biasa-nya mencakup ahli manajemen dan ahli rekayasa).
Chase, Aquilano dan Jacobs (2007) menggolongkan faktor produksi itu menjadi 5-P Manajemen Operasional, yaitu:
a.    People (sumber daya manusia, selaras dengan labor dimaksud di atas).
b.    Parts (sumber daya bahan, sejalan dengan makna land di atas).
c.    Plants (sumber daya alat atau mesin produksi, sejalan dengan capital di atas).
d.    Process (metode atau teknologi yang digunakan dalam kegiatan pengo-lahan).
e.    Planning and Control (perencanaan dan pengendalian, atau keahlian mengelola, mulai dari pase perencanaan sampai pada pase pengenda-lian. Sejalan dengan makna Skill di atas).
Kemampuan menghasilkan nilai tambah dari proses produksi yang dilaksanakan tergantung pada skill yang dimiliki, atau keahlian untuk melaku-kan perencanaan dan pengendalian. Sekalipun bahan sudah tersedia, mesin pabrik sudah dibangun dan SDM sudah diadakan, tetapi apabila tidak tersedia tenaga ahli, maka proses produksi sulit untuk menciptakan produk yang bermutu baik dengan harga yang terjangkau.
D.   Fungsi dan Sistem Produksi
Fungsi produksi merupakan fungsi yang ada disebuah perusahaan manufaktur atau jasa yang mengemban tugas dan peran untuk mengolah masukan menjadi keluaran. Proses pengolahan dimaksud menciptakan kegunaan bentuk (form utility). Dalam keberadaan seperti itu, maka fungsi produksi atau operasi menjadi tempat terjadinya proses pengubahan secara fisik atas sumber daya produksi (input) menjadi keluaran (output). Secara umum, fungsi produksi ini terbangun atas empat elemen (subsystem), yaitu subsistem masukan (input subsystem), subsistem proses (conversion or processing subsystem), subsistem keluaran (output subsystem), dan sub-sistem umpan balik (feed-back or production information subsystem). Dengan demikian, sistem produksi adalah elemen terkait yang ada pada fungsi produksi yang memiliki peranan tertentu dan harus bekerjasama untuk menjalankan proses produksi guna menghasilkan keluaran (barang, jasa, atau informasi).
Keempat jenis subsistem dimaksud dapat diamati dalam gambar di bawah. Dalam gambar yang disajikan terdapat tambahan masukan, yaitu informasi. Dalam hal ini, informasi adalah metode atau teknologi yang terkait dengan proses produksi serta data mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan. Informasi yang ada itu dijadikan masukan dalam aktivitas pengolahan. Juga terlihat keluaran dalam bentuk informasi. Produk informasi ini seperti misalnya: Buku, majalah, hasil penelitian dan sebagainya. Sebelum-nya produksi informasi ini dimasukkan sebagai bagian dari jasa. Tetapi sekarang ini, sudah dipandang sebagai tipe keluaran yang berdiri sendiri.


E.   Metode dan Tujuan Produksi
Metode produksi dibedakan atas:
1.    Fabrikasi, menyempurnakan bentuk dari pengolahan bahan (menciptakan kegunaan bentuk atau form utility).
2.    Transportasi, memindahkan barang atau manusia dari tempat asal ke tempat tujuan yang lebih tinggi nilainya (menciptakan kegunaan tempat, place utility).
3.    Agraris, menciptakan produk melalui pengolahan alam (pertanian, perikanan darat).
4.    Ekstraktif, menciptakan produk melalui kegiatan melepaskan keterikatan produk itu dari alam (pertambangan, perikanan laut, kehutanan).
5.    Eceran (Retailer), menciptakan kegunaan melalui pertukaran. Kegunaan yang diciptakan ialah kegunaan kepemilikan (ownership utility)
6.    Penyimpanan (storage), menciptakan kegunaan melalui akumulasi sediaan sampai sediaan itu didistribusikan ke pelanggan atau pasar. Kegunaan ini diciptakan oleh pergudangan dan menghasilkan kegunaan waktu (time utility).   
Tujuan berproduksi mencakup:
1     Untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh pelanggan.
2     Untuk menunjang aktivitas peningkatan nilai tambah.
3     Untuk meningkatkan kemakmuran
4     Untuk menghasilkan laba bagi produsen.

Teori Sistem


KONSEPSI SISTEM
A. Pendahuluan
Dalam GBPP/SAP, pokok-pokok bahasan yang harus kita kaji dalam pertemuan ini untuk membahas topik konsepsi sistem adalah mencakup :
a.       Pengertian sistem
b.      Karakteristik atau unsur-unsur sistem
c.       Jenis-jenis sistem
d.      Organisasi sebagai sebua sistem.
Pada kuliah yang lalu telah dikemukakan bahwa sistem itu pada dasarnya me-rupakan kumpulan dari elemen-elemen, unsur, subsistem, yang memiliki fungsi atau tugas tertentu dan bekerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama yang telah diten-tukan sebelumnya.
Berdasarkan atas pengertian di atas, maka sistem tersebut paling tidak mem-punyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Sistem adalah terbangun dari beberapa atau lebih dari pada satu elemen, unsur atau subsistem.
b.      Setiap elemen, unsur, subsistem yang ada dalam sistem ybs. Mempunyai fungsi atau tugas yang khas (khusus).
c.       Semua elemen, unsur atau subsistem yang ada harus melakukan kerja sama, dan tidak boleh bekerja sendiri-sendiri.
d.      Ada tujuan bersama yang akan dicapai melalui kerja sama.
Tubuh kita misalnya terbangun dari anggota badan, seperti: 2 kaki, 2 tangan, 1 kepala, 2 mata, 2 telinga, 1 hidung, 1 mulut, 1 jantung, 2 paru-paru, 1 hati, 2 buah ginjal, dsb.nya. Tiap anggota badan itu memiliki fungsi tertentu. Kita tidak dapat menyebut, anggota tubuh yang satu lebih penting dari yang lainnya. Pentingnya sama, dan harus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan yang sudah didefinisikan. Demi-kian pula dengan kelas kita sekarang ini, juga dapat merupakan sebuah sistem. Ada mahasiswa, ada dosen, ada ruangan, ada kursi, ada kursi dan meja dosen, ada white board, ada jadual, ada acara pengajaran, dll. Semua unsur mempunyai fungsi tertentu. Semuanya memliki fungsi yang penting. Kita tidak dapat menspesifikasi unsur tertentu sebagai yang penting, dan lainnya kurang penting. Sekalipun dosen hadir, jika mahasiswa belum hadir, maka perkuliahan tidak dapat berlangsung. Demikian pula sebaliknya. Sekalipun mahasiswa sudah datang, dosen sudah hadir, tetapi jika ruangan tidak tersedia, maka perkuliahan tentu tidak dapat berjalan.
Dengan uraian singkat tersebut, maka kita harus sadar, bahwa segala sesuatu itu penting, memiliki esensi tertentu dan akan menentukan keberlangsungan sesuatu dengan baik. Kita tidak dapat menspesifikasi bahwa elemen yang satu lebih penting dan elemen lainnya tidak penting. Semua elemen yang ada memiliki fungsi yang penting. Yang berbeda hanyalah fungsinya. Dosen harus mengajar/mendidik, dan mahasiswa harus belajar. Interaksi unsur-unsur yang ada memiliki tujuan akhir ter-tentu yang sudah didefinisikan sebelumnya. Misalnya untuk mata kuliah SIM ini memiliki TIU (Tujuan Instruksional Umum): Setelah mengikuti mata kuliah ini, maka mahasiswa memiliki kemampuan untuk memahami apa data, informasi, sistem informasi dan SIM tersebut, serta mampu mempergunakan sistem informasi untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam pembuatan keputusan.
Pengkajian kita mengenai sistem ini pada akhirnya akan difokuskan kepada pengkajian mengenai sistem informasi.

B. Jenis-jenis Model
Jika sistem dipandang sebagai metode atau cara melakukan sesuatu, maka untuk memudahkan usaha menjelaskan sesuatu entitas atau memecahkan suatu masalah, maka kita memerlukan bantuan model. Model dapat membantu manajemen untuk menjelaskan dan mengkomunikasikan sesuatu, dan juga dapat menyederhana-kan usaha pemecahan masalah.
Sehubungan dengan itu, maka sebelum membicarakan sistem secara rinci, maka terlebih dahulu akan dikemukakan uraian secara singkat dan garis besar mengenai model. Model merupakan landasan pemecahan masalah yang dilakukan oleh seorang manajer. Manajer sebagai pihak yang wajib memecahkan masalah akan memperguna-kan model sebagai landasan dalam melakukan pemecahan masalah. Model pada dasarnya merupakan abstraksi atau penyederhanaan suatu sistem aktual yang tetap menyatakan ciri-ciri pokok dari sistem ybs. Model ini dibedakan atas empat jenis, yaitu :
a.       Model fisik.
b.      Model metematik
c.       Model narasi
d.      Model grafik
Model fisik adalah abstraksi suatu sistem nyata kedalam model tiga dimensi dan digunakan untuk menjelaskan sesuatu secara visual. Misalnya: Maket sebuah gedung, perumahan, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Prototipe dari mobil atau pesawat udara yang akan diproduksi.
Model matematik adalah model yang disusun dalam bentuk persamaan yang bertujuan untuk mengubah sesuatu yang rumit menjadi sederhana. Umumnya, teori-teori dalam ilmu ekonomi, akuntansi dan manajemen dapat disusun menjadi sebuah persamaan matematik.
Misalnya, Hukum Permintaan menyatakan, jika harga naik maka permintaan akan berkurang, dan jika harga turun maka permintaan akan bertambah. Sebaliknya untuk Hukum Penawaran adalah: Jika harga naik maka jumlah penawaran akan bertambah dan jika harga turun, maka penawaan akan berkurang. Pernyataan itu dapat diubah menjadi sebuah pernyataan model berikut:
Qd = f(harga) è Qd = a – bP dimana Qd = jumlah barang yang diminta, dan P = price atau harga. a = permintaan maksimum, yaitu jumlah barang atau produk yang diminta jika produk itu dapat diperoleh dengan percuma, atau P = 0. b = koefi-sien arah dari permintaan (dalam hal ini bertanda negatif) dan P = price atau harga dari produk atau barang ybs.
Qs = f(harga) è Qs = a + bP dimana Qs = jumlah barang yang ditawarkan, dan P = price atau harga. a = penawaran minimum, yaitu jumlah barang atau produk yang ditawarkan jika produk itu diserahkan  dengan percuma, atau P = 0. b = koefi-sien arah dari penawaran (dalam hal ini bertanda positif) dan P = price atau harga dari produk atau barang ybs.
Untuk pengendalian persediaan, EOQ =    atau
            Dalam akuntansi diketahui persamaan dasar akuntansi:
            Modal = Harta – Utang
            Utang = Utang jangka pendek + utang jangka panjang
            Harta = Harta lancar + Harta tetap, oleh karena itu :
Modal = (Harta lancar + Harta tetap) – (Utang jangka pendek + utang jangka panjang)
Model narasi adalah model yang menggambarkan atau menjelaskan entitas secara lisan atau tertulis. Pada umumnya komunikasi bisnis dilakukan dengan mema-kai model narasi ini. Dengan demikian, model narasi merupakan model yang paling banyak dipakai dalam praktik oleh segenap manajer, namun tidak disadari sebagai sebuah model. Dosen menjelaskan mata ajaran kepada mahasiswa peserta mata kuliah adalah mempergunakan model narasi (secara lisan dan secara tertulis, yaitu dalam bentuk handout atau ringkasan mata ajaran).
Model grafik adalah suatu model yang dipakai untuk menggambarkan atau menjelaskan entitas dengan mempergunakan simbol-simbol, gambar, lambang ter-tentu, tabel dan sebagainya. Model grafik ini biasanya dipakai bersama dengan model naratif dan atau model matematik. Misalnya, dosen yang mengajar dengan memper-gunakan alat peraga (LCD atau OHP).

C. Jenis Jenis Sistem
Sistem secara umum, dapat dibedakan atas dua macam tipe, yaitu : (a) sistem fisik, dan (b) sistem konseptual.
Sistem Fisik
Sistem fisik merupakan sistem yang secara nyata memperlihatkan aliran sum-berdaya masukan (Input) kedalam proses transformasi untuk diubah menjadi keluaran (Output) tertentu. Semua organisasi akan menunjukkan aliran fisik ini, namun aliran itu akan lebih nyata dijumpai pada usaha manufaktur. Pada usaha manufaktur, jelas terlihat aliran bahan baku ke proses, kemudian proses itu menghasilkan keluaran ter-tentu. Keluaran itu kemudian diangkut ke pasar untuk dijual.
Pada usaha jasa dan juga organisasi nirlaba seperti instansi pemerintahan, pergerakan sumberdaya masukan ke dalam proses untuk menghasilkan sesuatu produk, yaitu layanan kepada publik, tidak senyata dengan usaha manufaktur.
Bentuk umum sistem fisik yang dikemukakan di bawah, adalah bentuk dari sistem fisik sebuah usaha manufaktur atau pabrikasi.
Berbagai input akan mengalir ke proses pengolahan, dan kemudian proses pengolahan yang dilangsungkan akan menghasilkan produk, baik berupa produk barang atau pun jasa. Input atau masukan produksi secara umum terdiri atas sumber daya bahan, sumber daya manusia sebagai tenaga langsung, sumber daya modal, baik modal uang maupun barang-barang modal seperti mesin-mesin, kendaraan bermotor, dan mesin-mesin perkantoran (kalkulator, mesin ketik, komputer, fax, dsbnya), dan keahlian.
Aktivitas Pada Sistem Fisik
Aliran Material
Material atau bahan akan mengalir dari pemasok ke perusahaan. Penanganan atas material ini akan melahirkan Sistem Informasi Material atau Sistem Informasi Persediaan. Pencatatan dilakukan atas: (a) order yang disampaikan, (b) banyak dan jenis bahan yang diorder, (c) banyak dan jenis bahan yang diterima, (d) banyak dan bahan yang diserahkan untuk diolah, (e) biaya pembelian dan penanganan bahan, seperti biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya handling, dll, (f) sisa sediaan yang ada di dalam gudang, (g) harga-harga yang terkait dengan sediaan (LIFO, FIFO, atau metode rata-rata), dan sebagainya. Material sebagai komponen dari biaya utama proses produksi perlu dicatat dengan teliti, sebab akan dipindahkan menjadi bahagian dari harga pokok produksi. Buku untuk pencatatan material ini lazim disebut Buku Gudang atau Buku Persediaan (Inventory Record).
Pendayagunaan Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja langsung (TKL, direct labor) juga merupakan komponen dari biaya utama proses produksi. Pengadministrasian TKL ini melahirkan Sistem Infor-masi Tenaga Kerja Langsung. Informasi yang dihasilkan antara lain: (a) Jadual kegiatan dari setiap TKL, (b) jam-orang yang diserahkan, (c) jam-orang yang terpakai efektif, (d) upah, (e) lembur, insentif dan bonus, (f) kecelakaan kerja, (g) konsumsi, (h) pakaian kerja, (i) izin dan cuti, (j) tindakan dan phk, dan sebagainya.
Aliran Modal dan Barang-Barang Modal
Secara fisik, barang-barang modal yang dibeli perusahaan, seperti mesin pabrik, perlengkapan, kendaraan,  mesin-mesin kantor, serta mebel kantor dan pabrik, kelihatan tidak beredar. Tetapi sesungguhnya, barang-barang modal itu mengalami peredaran secara fisik, yaitu kapasitasnya terpakai dalam proses pengerjaan sesuatu produk. Penggunaan kapasitas dalam proses produksi akan melahirkan kebijakan penyusutan. Untuk mengembalikan atau memulihkan kapasitas itu sehingga sama atau mendekati kapasitas semula, maka barang modal yang ada perlu dipelihara dan direparasi. Demikian pula atas sumber daya keuangan, secara fisik akan beredar dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Pendayagunaan modal dan barang modal ini melahirkan Sistem Informasi Keuangan dan Sistem Informasi Mesin  dan Perlengkapan.
Sumber Daya Keahlian
Tenaga ahli yang dimiliki perusahaan, baik ahli dibidang pengelolaan (managerial skill) maupun dibidang pelaksanaan pekerjaan (technological skill) sangat penting artinya bagi setiap perusahaan. Ia merupakan aset yang tidak ternilai harganya. Biaya banyak dikeluarkan untuk memperoleh atau menghasilkan tenaga ahli, seperti biaya pendidikan dan latihan, atau mungkin juga biaya transfer (banyak dijumpai dibidang sepak bola). Arti penting dan kebernilaian atas tenaga ahli ini diakui oleh semua kalangan, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan, bagai-mana mencatatnya di dalam neraca. Pendayagunaan tenaga ahli ini dapat diadminis-trasi dalam Sistem Informasi SDM dan dapat pula spesifik dalam Sistem Informasi Tenaga Ahli. Pilihan ini tergantung pada sistem yang dianut oleh perusahaan.

Sistem Konseptual
Dalam gambar yang disajikan di atas, sistem konseptual itu terdapat pada lingkar umpan balik dari pelaksanaan suatu kegiatan. Sistem konseptual adalah sistem yang berkaitan dengan aliran data dan informasi dari pelaksanaan suatu akti-vitas sesuatu organisasi atau perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pelaksanaan pekerjaan itu akan diolah menjadi informasi umpan balik dan umpan balik ini ber-guna untuk mengetahui, apakah proses telah berjalan sesuai standar yang diinginkan atau tidak. Perlu melakukan perbaikan, atau melanjutkan proses yang sekarang.
Aktivitas Pada Sistem Konseptual
Aktivitas yang ada pada sistem konseptual ini secara umum terdiri atas:
a.       Perolehan data dari hasil pelaksanaan kegiatan, misalnya data hasil pengujian mutu.
b.      Pengolahan data menjadi informasi umpan balik.
c.       Menggunakan informasi umpan balik tersebut sebagai masukan untuk melakukan perbaikan atau tindak lanjut.
Kegiatan ini akan terus menerus berlangsung sehingga manajemen yang ada di perusahaan atau organisasi akan menerima umpan balik secara berkelanjutan, dan mendapatkan masukan yang berguna untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Informasi yang dihasilkan Sistem Konseptual ini sangat berguna untuk menilai kinerja perusahaan atau organisasi. Selanjutnya, berguna untuk selalu mengarahkan perjalanan organisasi ke tujuan yang sudah ditentukan, serta melakukan tindak koreksi jika proses mengalami penyimpangan.
Keberadaan sistem konseptual ini akan membedakan organisasi/perusahaan kedalam golongan : (a) Sistem terbuka (open loop system), dan (b) Sistem tertutup (closed loop system).
Sistem lingkaran terbuka adalah sistem yang operasinya tergantung secara langsung pada lingkungannya dan tidak memiliki lingkar umpan balik (tidak memiliki sistem konseptual yang terstruktur). Model umumnya dapat dilihat dalam gambar di bawah.

Gambar di atas hanya menggambarkan komponen sistem fisik dari sebuah oranisasi atau perusahaan dan tidak memiliki sistem konseptual yang terdefinisi. Sistem terbuka ini umumnya dijumpai pada perusahaan skala kecil dan menengah yang bekerja secara tradisional. Keberlangsungan operasi sangat tergantung pada kesinambungan pasokan dari pasar input, serta kerberlanjutan permintaan di pasar keluaran.
Anda dapat melihat sistem ini pada usahatani. Jika petani berhasil meningkat-kan produksi, maka pasokan ke pasar meningkat dan harga akan turun. Jika panen tidak berhasil, produksi menurun sehingga pasokan ke pasar juga berkurang. Dam-paknya ialah harga naik. Jadi kenaikan produksi pertanian tidak otomatis menaikkan pendapatan petani dan penurunan produksi tidak secara otomatis menurunkan penda-patan. Semuanya itu tergantung pada faktor lingkungan usahatani, khususnya pasar keluaran dan perkembangan harga. Petani tidak memiliki kendali atas pengaturan keluaran dan penetapan harga pasar. Mekanisme demikian, disebut organisasi dengan sistem yang terbuka.
Lain halnya di Thailand dengan bantuan teknologi, masa berbuah dari tanaman dapat dikendalikan sehingga volume produksi, pasokan ke pasar dan harga dapat dikendalikan. Dengan demikian, petani akan selalu menadapatkan harga yang menguntungkan. Pendapatan petani tidak ditentukan oleh mekanisme pasar, tetapi oleh mekanisme pengendalian atas usahatani. Kondisi itu melahirkan sistem tertutup.
Sistem Tertutup adalah sistem yang dilengkapi dengan sistem konseptual sehingga mampu melakukan pengendalian atas kegiatan dari sistem. Model umumnya disajikan dalam gambar di bawah.
Sistem dilengkapi dengan perangkat lunak pengendalian dan alat sensor (pemantau proses). Perangkat lunak pengendalian akan bekerja sesuai standar yang sudah ditetapkan, sedang perangkat sensor berfungsi untuk merekam data realisasi pada proses yang berjalan. Alat pengolah data akan melakukan pengolahan atas data yang telah direkam, kemudian membandingkan antara standar yang ada (yang seha-rusnya) dengan realisasi (apa adanya) sehingga akan melahirkan evaluasi hasil perbandingan, sesuai atau tidak sesuai. Informasi hasil perbandingan itu diteruskan ke Manajemen untuk dipakai melakukan pengendalian atas operasi, dalam hal ini tindak koreksi atas subsistem masukan dan subsistem proses. Jika realisasi berbeda dengan standard dan berada diluar batas toleransi, maka sistem akan diperintah untuk menghentikan proses. Tetapi apabila hasil analisis perbandingan menunjukkan kesesuaian antara realisasi dengan standard, maka proses diperintah untuk tetap berjalan.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa kerja dari sistem tidak tergantung lagi pada interaksinya dengan lingkungan, melainkan tergantung pada hasil umpan balik proses yang dihasilkan oleh perangkat pengolah data itu sendiri. Sistem tertutup inilah yang terbangun dari sistem fisik dan sistem konseptual. Sitem konseptual ini mempunyai tiga elemen penting, yaitu: (a) alat sensor dan pengolah data, (b) standard dan (c) manajemen yang akan mengendalikan sistem. Alat sensor dan pengolah data ini umumnya sudah berbasis komputer.
Pada penjelasan di atas, terlihat bahwa dalam pemberdayaan sistem, terutama yang berbasis komputer, kedudukan standard sangat penting artinya, sebab standard tersebut akan menjadi landasan penentu atas penilaian kinerja sistem, sudah sesuai harapan atau jauh dari harapan, proses dapat dilanjutkan atau harus dihentikan.

D. Management by exception  (MBE)
Dalam hubungan dengan standard seperti yang dikemukakan dalam uraian di atas, untuk mengurangi beban manajemen, maka dikenal konsep Management by exception (MBE), manajemen berbasis pengecualian. Management by Exception (MBE) adalah suatu praktik manajemen dimana manajemen terlibat dalam operasi hanya jika proses menghasilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan atau standard. Tetapi apabila sistem beroperasi dengan keluaran yang sesuai dengan standard, maka proses itu dibiarkan berlangsung atau berjalan. Dalam hal ini yang dikecualikan ialah kinerja yang menyimpang dari standard. Pelaksanaan MBE ini dapat dilakukan oleh perangkat komputer pengendali yang ada pada sistem. Misal, sebuah mesin bubut diset untuk menghasilkan baut berdiameter 1 inci dan panjang 5 inci. Toleransi atas diameter ialah batas bawah 0.995 inci dan batas atas 1.005 inci. Dan atas panjang baut, batas bawahnya 4,995 inci dan batas atasnya 5,005 inci. Ukuran-ukuran ini diset sebagai standard pada alat sensor dan pengolah data. Semua baut yang dihasilkan akan direkam diameter dan panjangnya oleh alat sensor, kemudian dianalisis oleh mesin pengolah data.
Apabila proses menghasilkan baut sesuai standard, maka proses pengerjaan dibiarkan bejalan. Tetapi apabila pada suatu waktu tertentu, proses menghasilkan baut diluar batas toleransi, maka proses akan dihentikan. Penelitian segera dilakukan, apakah setting mesin berubah atau karena faktor lain. Untuk itu manajemen melaku-kan resetting atas mesin bubut yang bersangkutan.
Pada contoh praktik sederhana tsb., terlihat aplikasi dari Management by Exception. Manajemen terlibat dalam operasi hanya jika terjadi penyimpangan, dan manajemen akan membiarkan proses berjalan sepanjang proses menghasilkan keluar-an sesuai dengan standard. Efektivitas pelaksanaan pengendalian ditunjang oleh perangkat lunak yang sudah diset pada alat sensor atau komputer pengendali.
Disamping ini seringpula manajemen menetapkan kriteria keberhasilan (Critical success factors, CSF). CSF pada dasarnya adalah faktor yang menjadi ukuran penentu atas keberhasilan sistem mewujudkan kinerja yang diharapkan (tidak mencapai, mencapai atau melampaui standard). Misalkan, sebuah usaha kerajinan sepatu kulit pria dewasa memiliki target produksi rata-rata 1000 pasang per hari dengan batas bawah 750 pasang dan batas atas 1250 pasang. Sekarang diajukan pertanyaan, faktor utama apa yang menjadi penentu untuk mewujudkan pencapaian target produksi itu? Misalkan dinyatakan lima faktor sebagi CSF dari sistem. Andaikan kelima faktor itu mencakup:
a.       Keterampilan Tenaga Kerja Langsung.
b.      Kualitas material.
c.       Kualitas alat-alat kerja.
d.      Kesinambungan pasokan bahan.
e.       Stabilitas aliran listrik.
Kelima faktor itulah yang dipedomani merancang, melaksanakan dan mengendalikan proses. Faktor-faktor dimaksud harus menjadi obyek perencanaan dan pengendalian manajemen dalam usaha mendorong sistem untuk dapat mencapai kinerja sesuai standard. Pada saat yang sama, faktor penentu keberhasilan tetap sama, yaitu kelima faktor yang telah disebutkan di atas. Jadi sekalipun standard target produksi berubah, namun faktor penentu keberhasilannya tetap sama. Hubungan antara standar dengan proses serta peranan Manajemen sebagai pengendali, disajikan dalam gambar di bawah.

Bagan yang diperlihatkan dalam gambar di atas menjadi landasan dalam me-lakukan pengidentifikasian penyebab penyimpangan. Urutan pemeriksaan dapat dili-hat pada gambar di bawah.


Apabila hasil pemeriksaan atas keluaran ternyata didapati penyimpangan, maka pemeriksaan harus dilakukan atas subsistem yang ada. Urutan pemeriksaan dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Evaluasi ulang STANDARD. Apakah standard itu masih sesuai dengan target atau harapan, ataukah sudah perlu diubah. Apabila standard masih sesuai, maka standard tersebut harus tetap dipakai landasan pengujian kinerja.
2.      Memeriksa keluaran, yaitu membandingkan antara capaian dengan standard. Penyipangan jika ada, perlu diidentifikasi seberapa besar penyimpangan yang terjadi terhadap standard, dan bagaimana bentuk penyimpangan itu. Apabila simpangan sudah diidentifikasi, maka data hasil pemeriksaan akan menjadi masukan untuk melakukan perbaikan.
3.      Memeriksa kinerja manajemen. Apakah manajemen telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, atau sebaliknya. Apabila tugas dan fungsi dilaksana-kan dengan baik, perlu memeriksa, apakah keputusan dan kebijaksanaan yang diambil sudah tepat, ataukah kurang/tidak tepat. Apabila keputusan dan kebijakan yang diambil tepat, apakah implementasinya sesuai yang diharapkan.
4.      Memeriksa perangkat pengolah data, apakah berfungsi dengan baik atau tidak. Jika berfungsi dengan baik, berarti informasi yang dihasilkan adalah akurat. Teta-pi apabila kinerjanya jelek, maka informasi yang dihasilkan keliru dan untuk itu, alat dimaksud perlu diperbaiki (dikalibrasi, ditera-ulang, dan sebagainya).
5.      Memeriksa input dan sumber daya input, apakah memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan dalam standard atau tidak. Produk yang baik hanya dapat dihasilkan dari input yang baik. Mustahil untuk menghasilkan keluaran yang baik dari input yang jelek.
6.      Memeriksa proses, apakah telah berjalan sesuai harapan atau tidak. Apakah setting dari alat sesuai standard atau tidak. Output yang baik hanya dapat dihasil-kan dari input yang baik yang diproses dengan metode yang juga baik atau tepat.
7.      Memeriksa keluaran. Keluaran atau output ini dapat diperiksa dengan mempergu-nakan peralatan quality control.

E. Pemecahan Masalah
Masalah adalah perbedaan antara kenyataan dengan harapan. Semakin jauh perbedaan dimaksud, semakin besar masalah yang dihadapi. Pemecahan masalah di-lakukan dengan melalui pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan ialah pemilihan salah satu alternatif dari beberapa alternatif yang tersedia yang akan memberikan hasil yang terbaik.
Model sistem pemecahan masalah dikemukakan dalam gambar berikut.

F. Organisasi Sebagai Sebuah Sistem
Dari pengertian sistem yang telah dikemukakan di awal handout ini, telah diidentifikasi berbagai karakteristik sistem sebagai berikut:
a.       Sistem adalah terbangun dari beberapa atau lebih dari pada satu elemen, unsur atau subsistem.
b.      Setiap elemen, unsur, subsistem yang ada dalam sistem ybs. Mempunyai fungsi atau tugas yang khas (khusus).
c.       Semua elemen, unsur atau subsistem yang ada harus melakukan kerja sama, dan tidak boleh bekerja sendiri-sendiri.
d.      Ada tujuan bersama yang akan dicapai melalui kerja sama.
Dihubungkan dengan organisasi, baik organisasi perusahaan maupun organisasi nirlaba, semuanya terbangun dari departemen-departemen. Tiap departe-men memiliki tugas dan fungsi tertentu dan harus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dengan demikian, organisasi memenuhi semua kriteria untuk disebut sebagai sebuah sistem.
Setiap depertemen memiliki peran tertentu yang harus diemban dan dilaksanakan, namun sebagai sebuah sistem kepengelolaan, maka departemen yang ada itu merupakan satu kesatuan tindak yang tidak terpisahkan. Kegiatan pengelolaan organisasi akan pincang apabila salah satu atau beberapa departemen yang ada terabaikan. Dikaitkan dengan anatomi manusia, maka anggota badan akan memiliki fungsi khusus, tetapi harus bekerjasama sedemikian rupa untuk menunjang eksistensi sebagai manusia seutuhnya. Jantung, paru-paru, otak, dan susunan saraf adalah organ tubuh yang penting. Tidak ada satu pun dari organ penting itu dapat bekerja dengan baik tanpa ditunjang oleh organ lainnya. Jantung, paru-paru, otak dan saraf memiliki hubungan komplimenter yang mutlak. Tiap organ akan mampu bekerja baik dan optimal jika ditopang oleh yang lainnya. Demikian pula departemen yang ada di sebuah organisasi. Setiap departemen akan diperkuat dan pada saat yang sama, harus memperkuat yang lainnya, sehingga secara bersama-sama akan mengoptimalkan perwujudan tujuan yang sudah ditentukan.