Selasa, 13 Maret 2012

Manajemen Operasional


PENDAHULUAN
A.   Perkembangan Penamaan Manajemen Operasional
Manajemen Operasional memiliki tiga tahapan perkembangan teoretik dan setiap pase perkembangan dimaksud memiliki nama yang khas. Pada mulanya bernama Manajemen Pabrik (Manufacturing Management), kemudian menjadi Manajemen Produksi (Production Management) dan terakhir bernama Manajemen Operasional (Operations Management).
1.    Manajemen Pabrik
Menurut Adam dan Ebert (1992) manajemen pabrik lahir bersamaan dengan lahirnya revolusi industri di Inggris sekitar tahun 1785 dan dipicu oleh pemikiran Adam Smith, terutama tentang spesialisasi  (asas pembagian kerja) dan efisiensi ekonomi.  Manajemen Pabrik diperlukan karena revolusi industri telah menggeser teknik pengolahan manual atau kerja tangan (hand-making production system) menjadi kerja mesin (machine-made production system).
Pemakaian mesin uap di pabrik yang ada di Inggris pada waktu itu (pada mulanya di pabrik tekstil) telah melahirkan perubahan:
a.    Mengganti proses kerja tangan dengan kerja mekanik (memakai mesin).
b.    Mengubah sistem produksi pesanan menjadi produksi massa untuk memenuhi permintaan pasar yang luas,
c.    Perubahan lokasi produksi dari rumah tangga (home industry) ke perusahaan pabrik (manufacturing company).
d.    Perubahan sumber tenaga kerja dari anggota rumah tangga (keluarga) menjadi tenaga dari pasar tenaga kerja.

Penggunaan tenaga kerja manusia dalam jumlah yang besar di pabrik yang berasal dari luar rumah tangga memerlukan metode pengelolaan tenaga kerja manusia. Perubahan terjadi, baik pada hubungan kerja maupun cara pengupahannya. Perubahan ini menyebabkan diperlukannya Manajemen Pabrik.

Manajemen Pabrik pada dasarnya merupakan metode pengorganisasian faktor-faktor produksi, termasuk sumber daya manusia, dalam usaha menghasilkan produk barang secara massal dengan efisien. Tekanan utama Manajemen Pabrik terletak pada usaha menghasilkan produk barang dengan efisien. Oleh karena itu orientasinya masih tunggal, yaitu berproduksi untuk memperoleh keunggulan bersaing berdasarkan basis biaya. Manajemen Pabrik ini berlangsung sampai sekitar tahun 1930-an, yaitu sampai dengan kebangkitan industri di Jerman, khususnya industri mobil (Mercedez dan Mercy) yang mengutamakan mutu.
2.      Manajemen Produksi (Production Management)
Era Manajemen Produksi mulai sejak 1930-an sampai 1970-an. Manajemen Produksi lahir sejak pemikiran Taylor yang terkenal dengan sebutan manajemen ilmiah (scientific management) diterima secara luas dan diterapkan di lapangan produksi. Pada mulanya, produksi dengan orientasi pada mutu dipelopori oleh Jerman sehingga Jerman diterima sebagai pelopor Manajemen Produksi. Era ini berlangsung hingga Jepang muncul sebagai salah satu negara industri berteknologi tinggi dan menawarkan gaya manajemen khas Jepang, yaitu Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management, TQM) dan Just In Time Production System (JIT) pada awal tahun 1970-an. Gagasan Taylor mengenai produksi terutama bertujuan untuk menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak berguna, yaitu  gerakan yang tidak memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan.  Pada dasarnya Manajemen Produksi juga melulu mengkaji tata produksi  barang dan belum menaruh perhatian pada produksi jasa. Namun demikian orientasi Manajemen Produksi sudah lebih luas daripada Manajemen Pabrik. Manajemen Produksi sudah memperhatikan soal kualitas keluaran disamping pada tekanan biaya atau efisiensi ekonomi. Sehubungan dengan itu, maka orientasi Manajemen Produksi lazim disebut Q and C oriented (Quality and cost orientation).
Pada dasarnya Manajemen Produksi  merupakan metode pengorganisasi-an faktor-faktor produksi, termasuk sumber daya manusia, untuk digunakan dalam proses menghasilkan produk barang secara massal yang memenuhi stanadard mutu tertentu secara efisien.
3.    Manajemen Operasional (Operations Management)
Manajemen Operasional lahir sejak 1970-an hingga sekarang. Sasaran yang hendak dicapai Manajemen Operasional ialah mewujudkan efisiensi ekonomi (cost minimization) dalam proses produksi, baik barang maupun jasa,  kualitas yang tinggi (high quality), dapat diserahkan ke pasar dalam waktu yang cepat (speed of delivery), dan peralatan produksi dapat dengan segera dialihkan untuk mengerjakan produk lainnya (flexibility). Dengan demikian, Manajemen Operasional sudah berbeda secara mendasar dengan Manajemen Pabrik dan Manajemen Produksi. Manajemen Operasional mengkaji produksi barang dan jasa, sedang Manajemen Pabrik dan Manajemen Produksi melulu membicarakan produksi barang. Disamping itu, orientasi Manajemen Operasional sudah semakin luas dan lazim disebut memiliki orientasi pada biaya, mutu, kecepatan penyerahan, dan keluwesan proses (QCDF Orientation). Kepeloporan Jepang dibidang modernisasi Manajemen Produksi dipimpin oleh Toyota yang menekankan proses pada usaha menghasilkan produk yang bermutu sesuai pengharapan konsumen. Perwujudan kualitas adalah tanggung jawab semua personil, semua jabatan, dan semua proses. Dengan demikian, tanggungjawab atas mutu bergeser dari para inspektur mutu ke pada segenap personil perusahaan. Sejak saat itu, Jepang mengenalkan konsep pengawasan melekat (built-in controlling) dan perbaikan terus menerus (keizen, continuous improvement). Ke dua hal itu harus dilakukan oleh perusahaan sebagai antisipasi terhadap tuntutan konsumen atas mutu keluaran yang semakin meningkat. Tiap pekerja dididik dan dilatih untuk menghidarkan proses dari cacat (poke yoke, atau to avoid mistake) dan mengawasi serta memeriksa sendiri pekerjaannya menuju terwujudnya proses dan keluaran bebas cacat (zero defect). Para manajer dilatih untuk dapat menerapkan pengendalian proses dengan menggunakan metode statistik (statistical process control), kemudian setiap manajer melatih bawahannya masing-masing sehingga seluruh lapisan personil perusahaan paham dan dapat menerapkan metode pengendalian mutu dan proses secara statistik. Program pelatihan dilakukan secara berkesinambungan sehingga pemahaman dan penguasaan atas metode selalu segar. Metode produksi di Jepang ini kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh Barat (Amerika Serikat dan Eropah). Sekalipun Manajemen Produksi dan Manajemen Operasional lazim dipakai secara bergantian untuk menyatakan sesuatu yang sama, namun Manajemen Operasional ini lebih luas cakupan dan orientasinya. Tepat kiranya untuk menamakan Manajemen Operasional ini sebagai Manajemen Produksi Modern (Modern Production Management).

B.   Definisi dan Ruang Lingkup Manajemen Operasional
Chase, Aquilano dan Jocobs (2007); Russel dan Taylor (2000) serta Adam dan Ebert (1992) menyatakan bahwa Manajemen Operasional (Operations Management) adalah  pendisainan secara sistematik, mengarah-kan dan mengendalikan proses pengolahan masukan menjadi keluaran, baik berbentuk jasa maupun barang, guna memenuhi permintaan pelanggan internal dan eksternal. Selanjutnya, Heizer dan Render (2004) menyatakan, Manajemen Operasional (Operations Management) adalah serangkaian aktivitas untuk menciptakan kenaikan nilai tambah atau value added atas pengolahan bahan menjadi keluaran, baik berupa barang atau pun jasa.
 Perbedaan makna dari dua bentuk definisi yang disajikan di atas adalah sebagai berikut:
Pada definisi yang pertama, tekanan Manajemen Operasional dilakukan pada periode produksi bermula dari proses pendisainan sampai produk atau jasa selesai diolah dan kemudian diserahkan kepada pelanggan. Pelanggan yang akan dilayani dibedakan atas pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal ialah tahapan proses (departemen) yang akan memakai keluaran dari tahapan proses (departemen) sebelumnya sebagai masukan (input). Pelanggan eksternal ialah pelanggan (konsumen) yang akan memakai produk yang dihasilkan atau jasa yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada definisi yang kedua, tekanan Manajemen Operasional dilakukan pada proses produksi untuk menciptakan nilai tambah dari produk atau jasa yang dihasilkan atau disediakan. Produksi dianggap berhasil jika nilai keluaran yang dihasilkan lebih besar dari nilai masukan yang digunakan. Misalnya, untuk memproduksi 5 meter kain dipergunakan masukan dengan biaya total Rp250.000. Produk kain itu dijual Rp450.000. Ini berarti, dicapai produktivitas sebesar Rp450.000/Rp250.000 = 1.80. Kenaikan nilai yang dicapai adalah 80 persen dan surplus itu merupakan keuntungan bagi produsen.
Ruang lingkup Manajemen Operasional seperti yang tercermin pada definisi pertama mencakup:
a.    Pendisainan, yaitu merancang produk atau jasa yang akan dibuat. Disain ini menjadi dasar untuk menentukan: bahan yang dibutuhkan, mesin atau peralatan produksi yang diperlukan, tenaga kerja yang disyaratkan mengerjakannya, bentuk, kualitas dan harga dari barang atau jasa yang bersangkutan.
b.    Pengadaan masukan, yaitu aktivitas menyediakan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengerjaan produk atau jasa yang bersangkutan.
c.    Pengolahan, yaitu kegiatan mengolah masukan dalam suatu proses dengan menggunakan metode tertentu hingga menjadi keluaran.
d.    Penyerahan produk atau jasa kepada pelanggan.

C.   Faktor Produksi
Secara umum dalam teori ekonomi dikenal empat macam faktor produksi, yaitu: Land (tanah dan segala sesuatu yang bersumber dari bumi, seperti bahan baku, minyak bumi, tanah lokasi, dan lain-lain), Labor (tenaga kerja manusia, biasanya dalam artian tenaga kerja kasar), Capital (modal uang dan juga peralatan produksi atau mesin-mesin), dan Skill (tenaga ahli, biasa-nya mencakup ahli manajemen dan ahli rekayasa).
Chase, Aquilano dan Jacobs (2007) menggolongkan faktor produksi itu menjadi 5-P Manajemen Operasional, yaitu:
a.    People (sumber daya manusia, selaras dengan labor dimaksud di atas).
b.    Parts (sumber daya bahan, sejalan dengan makna land di atas).
c.    Plants (sumber daya alat atau mesin produksi, sejalan dengan capital di atas).
d.    Process (metode atau teknologi yang digunakan dalam kegiatan pengo-lahan).
e.    Planning and Control (perencanaan dan pengendalian, atau keahlian mengelola, mulai dari pase perencanaan sampai pada pase pengenda-lian. Sejalan dengan makna Skill di atas).
Kemampuan menghasilkan nilai tambah dari proses produksi yang dilaksanakan tergantung pada skill yang dimiliki, atau keahlian untuk melaku-kan perencanaan dan pengendalian. Sekalipun bahan sudah tersedia, mesin pabrik sudah dibangun dan SDM sudah diadakan, tetapi apabila tidak tersedia tenaga ahli, maka proses produksi sulit untuk menciptakan produk yang bermutu baik dengan harga yang terjangkau.
D.   Fungsi dan Sistem Produksi
Fungsi produksi merupakan fungsi yang ada disebuah perusahaan manufaktur atau jasa yang mengemban tugas dan peran untuk mengolah masukan menjadi keluaran. Proses pengolahan dimaksud menciptakan kegunaan bentuk (form utility). Dalam keberadaan seperti itu, maka fungsi produksi atau operasi menjadi tempat terjadinya proses pengubahan secara fisik atas sumber daya produksi (input) menjadi keluaran (output). Secara umum, fungsi produksi ini terbangun atas empat elemen (subsystem), yaitu subsistem masukan (input subsystem), subsistem proses (conversion or processing subsystem), subsistem keluaran (output subsystem), dan sub-sistem umpan balik (feed-back or production information subsystem). Dengan demikian, sistem produksi adalah elemen terkait yang ada pada fungsi produksi yang memiliki peranan tertentu dan harus bekerjasama untuk menjalankan proses produksi guna menghasilkan keluaran (barang, jasa, atau informasi).
Keempat jenis subsistem dimaksud dapat diamati dalam gambar di bawah. Dalam gambar yang disajikan terdapat tambahan masukan, yaitu informasi. Dalam hal ini, informasi adalah metode atau teknologi yang terkait dengan proses produksi serta data mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan. Informasi yang ada itu dijadikan masukan dalam aktivitas pengolahan. Juga terlihat keluaran dalam bentuk informasi. Produk informasi ini seperti misalnya: Buku, majalah, hasil penelitian dan sebagainya. Sebelum-nya produksi informasi ini dimasukkan sebagai bagian dari jasa. Tetapi sekarang ini, sudah dipandang sebagai tipe keluaran yang berdiri sendiri.


E.   Metode dan Tujuan Produksi
Metode produksi dibedakan atas:
1.    Fabrikasi, menyempurnakan bentuk dari pengolahan bahan (menciptakan kegunaan bentuk atau form utility).
2.    Transportasi, memindahkan barang atau manusia dari tempat asal ke tempat tujuan yang lebih tinggi nilainya (menciptakan kegunaan tempat, place utility).
3.    Agraris, menciptakan produk melalui pengolahan alam (pertanian, perikanan darat).
4.    Ekstraktif, menciptakan produk melalui kegiatan melepaskan keterikatan produk itu dari alam (pertambangan, perikanan laut, kehutanan).
5.    Eceran (Retailer), menciptakan kegunaan melalui pertukaran. Kegunaan yang diciptakan ialah kegunaan kepemilikan (ownership utility)
6.    Penyimpanan (storage), menciptakan kegunaan melalui akumulasi sediaan sampai sediaan itu didistribusikan ke pelanggan atau pasar. Kegunaan ini diciptakan oleh pergudangan dan menghasilkan kegunaan waktu (time utility).   
Tujuan berproduksi mencakup:
1     Untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh pelanggan.
2     Untuk menunjang aktivitas peningkatan nilai tambah.
3     Untuk meningkatkan kemakmuran
4     Untuk menghasilkan laba bagi produsen.

1 komentar:

  1. The Star Group opens new flagship hotel at the Casino - JTM Hub
    The Star 군산 출장안마 Group 과천 출장마사지 has opened its flagship hotel at 포천 출장마사지 The 김해 출장안마 Star Hotel and Casino in Melbourne, with the 서산 출장샵 arrival of the new flagship casino.

    BalasHapus